Gunungkidul Bisa Apa? “Berani Jadi Anak Muda Gunungkidul”


WONOSARI,(WH) -Daerah Istimewa Yogyakarta adalah provinsi istimewa dengan kekayaan budaya, diberkahi pesona alam; mulai dari pesona Merapi hingga pasir putih pantai Indrayanti. DIY adalah provinsi yang menjadi salah satu tujuan berwisata dan untuk menuntut ilmu pengetahuan. DIY punya daya pikat luar biasa, ada puluhan ribu mahasiswa setiap tahun berbondong-bondong datang, jutaan wisatawan lokal maupun manca negera.

Kalau dahulu orang-orang hanya mengenal Tugu, Nol KM, Candi Borobudur dan Prambanan sebagai tujuan utama orang berwisawata ke Jogja. Saat ini dengan perkembangan media sosial yang semakin masif, destinasi wisata di tempat tersembunyipun mulai terekspos dan menarik banyak pengunjung.
Salah satunya adalah pesona garis pantai Gunungkidul yang memikat dengan pasir putih. Pantai yang berada di daerah pengunungan, mengagumkan bukan. Perlahan pariwisata Gunungkidul kian makin menarik, dari Goa Pindul hingga Pantai Indrayanti. Namun sayangnya peningkatan pariwisata tidak serta merta membuat kesejahteraan masyarakat Gunungkidul meningkat.
Pariwisata yang berkembang saat ini hanya memberi dampak besar pada masyarakat di sekitar destinasi tertentu, misalkan masyarakat daerah pantai dan daerah sekitar Goa Pindul. Itupun tidak banyak, pendapatan daerah dan masyarakat di sekitar destinasi hanya dari karcis masuk, parkiran, dan makan minum di warung. Selebihnya? Jalan Gunungkidul semakin macet dan polusi semakin meningkat akibat banyaknya kendaraan besar seperti Bus pariwisata yang lalu-lalang.
Maka PR utama masyarakat Gunungkidul dan Pemda adalah bagaimana membuat para wisatawan betah untuk tinggal bermalam di Gunungkidul. Selama ini orang berwisata ke Gunungkidul hanya sebatas mampir saja, mereka tidak menghabiskan lebih dari 12 jam. Maka perputaran ekonomi pariwisata di Gunungkidul hanya berlangsung dari pagi sampai sore, malamnya? Ekonomi kita tidur menjadi mimpi-mimpi belaka.
Berbeda dengan kota Jogja, setiap waktu ekonomi terus berputar. Para wisatawan bisa menikmati wisata hingga malam hari. Penginapan ramai, barang kerajinan laris manis, kuliner terus tersaji. Lalu sanggupkah Gunungkidul seperti itu? Membuat roda perekonomian terus berputar 24 jam dengan bertumpu pada berkah pariwisata?
Saya harus katakan Gunungkidul sanggup, dengan catatan kita mau berbenah. Sebagai anak muda Gunungkidul saya katakan, kita bisa membuat kehidupan ekonomi hidup 24 jam. Tetapi sebelum jauh sampai di sana, ada beberapa hal yang harus dibenahi. Mulai dari pola pikir hingga tata cara memeperlakukan potensi alam dan pariwisata. Apa itu?
Jauh sebelum kita berbicara soal Gunungkidul Handayani, berdaya dan sejahtera. Maka sebelum itu kita harus menemukan jati diri, kebanggaan identitas. Sebab selama ini, sebagian besar anak muda Gunungkidul malu menjadi putra putri Gunungkidul. Masih ada keraguan untuk menerima takdir hidup sebagai manusia yang dilahirkan di Gunungkidul. Sampai saat ini, para putra putri terbaik daerah kita masih memilih untuk meninggalkan kampung halaman dan menghabiskan energi dan pikiran untuk memajukan tempat ia bekerja (kota lain).
Di lain waktu saya akan menuliskan lebih banyak mengenai langkah-langkah yang harus ditempuh untuk Gunungkidul yang lebih baik di masa mendatang. Oh yah, saat ini kami sedang membuat forum bernama “Gunungkidul Bisa Apa?” yang hadir setiap minggu sore di Angkringan Mrikiniki. Forum ini bebas dan siapa saja boleh datang, tempat menumpahkan keresahan, ide, dan berbagi banyak hal berkaitan apa yang harus dilakukan untuk Gunungkidul.
Daniel (Inisiator ‘Gunungkidul Bisa Apa?’)

Posting Komentar

0 Komentar