Gemuruh Kalurahan Girisekar:Dari Pemikiran Menjadi Perayaan


“Sugeng Tanggap Warsa Kalurahan Girisekar Ingkang Kaping 106”

PANGGANG ( Wartahandayani.com )_Tanggal 14 September 2022 menjadi hari yang di tunggu-tunggu oleh masyarakat Girisekar, hari ini bukan hari  besar bahkan bukan hari demokrasi akan tetapi bagi masyarakat Girisekar tanggal 14 hari spesial dalam mengingat  dan merenung tentang kemajuan Desa dan ke Gotongroyongan masyarakat Desa. Tanggal 14 September 1916 merupakan tonggak sejarah bagi masyarakat kalurahan Girisekar sebagaimana pada tanggal 14 september kalurahan Girisekar berdiri untuk mengayomi masyarakat Girisekar.

Ternyata, asal asal-usul sejarah berdirinya kalurahan Girisekar memiliki sejarah dan peran  komunitas dalam menentukan hari jadi. Memang menarik jika melihat pemikiran-pemikiran organik yang muncul dalam pengembangan sejaran dan budaya di kalurahan Girisekar, sebagaimana pemikiran organik ini muncul dalam Komunitas Malem Setu “Mijil Wengi” (KMS).

 Komunitas Malem Setu secara gerakan hampir sama dengan gerakan komunitas yang lainnya, tetapi yang menarik dari KMS ia muncul dari kebiasan ngobro setiap Malem Setu, menjadikan malem setu sebagai agenda rutin untuk ngobrol ngalor ngidul. Bahkan setia Malem setu kliwon menjadikan hari besar dan istimewa yang disebut sebagai setu netes. 

Di hari besar ini komunitas KMS menentukan kegiatan yang bisa dieksekusi. Di setiap pertemuam malem setu banyak obrolan yang di bahas dalam pertemuan ini, bahkan disitu belajar tentang mufakat dalam organisasi KMS,  menurut KMS oraganisasi-organisasi saat ini lebih banyak mengitung suara atau voting dalam praktik organisasinya. Dari sini lah KMS menerapkan organisasinya mementingkan mufakat dalam setiap kegiatan.

Komunitas Malem Setu (KMS) sebenarnya komunitas dan pemikir yang mucul di kalurahan Girisekar secara alami dan hidup di masyarakat. Dengan gerakan sosial, budaya dan alam komunitas ini bekerja dengan sunyi dan berkarya di terima masyarakat. Karya fenomenal dan bahkan pemikirannya yang maju ialah tentang menelusuri jejak berdirinya Kalurahan Girisekar, dengan rasa ingin tahu mereka membuat sebuah tim pencari fakta atau disebut tim peneliti.

 Awalnya ide ini muncul ia rasa ingin tahu dengan gagasan awal kapan berdirinya Kalurahan Girisekar? Dan siapa yang pertama menjadi lurah Girisekar?. Gagasan awal ini lah yang saya sebut sebagai pemikiran/ide gagasan.  Dari gagasan ini mereka mencari data lewat mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat dan cerita-cerita dari para saksi masyarakat. Bagi saya, melihat perjuangan KMS itu sangat berat dalam mencari data, sebagaimana data atau narasumber tentang kalurahan Girisekar susah dicari, bahkan belum pernah ada penelitian yang terdahulu tentang Girisekar. 
Maka KMS bagi saya salah satu pelopor dalam kemajuan sejarah. Dengan bekal rasa ingin tahu menjadi perayaan Desa.  Bahkan berkat adanya pemikiran ini hari jadi kalurahan Girisekar bisa di selenggarakan.
Dari Pemikiran menjadi Perayaan
Kemajuan dari komunitas atau lembaga masyarakat ialah pemikiran, sebagaimana suatu lembaga pemerintah dimana pun tidak akan jalan jika tidak bergandengan tangan dengan lembaga sosial, sebaliknya pun lembaga sosial. Dari sini kita ketahui saja bahwa dari pemikiran sederhana dari komunitas KMS menjadi suatu perayaan dan hajat Desa. Bagi saya, sebagai pengamat masyarakat seni dan budayawan merasakan bangga terhadap pemikiran KMS, semoga kedepannya KMS memberikan dampak yang nyata bagi masyarakat Girisekar. 

Perayaan hari jadi kalurahan Girisekar tahun 2022 menjadi hari yang gemuruh di kalurahan Girisekar, masyarakat bahu membahu membantu merayakan dan menyambut hari jadi kalurahan Girisekar, bahkan kita ketahui saja hampir seluruh masyarakat Girisekar menyambut hari jadi dengan suka cita dan rasa bangga telah menjadi bagian masyarakat Girisekar. Dengan rasa semangat dan rasa memiliki, perayaan ini pun diadakan selama 2 hari berturut-turut. Perayaan ini pun di meriahkan oleh berbagai pementasan budaya, dan berbagai komunitas budaya yang berpartisipasi dalam memeriahkan hari jadi Girisekar.  

Ayam Ingkung Tanda Hari Jadi Kalurahan Girisekar
Kemeriahan acara syukuran seperti pernikahan, genduren, hari kelahiran pada umumnya makanan selalu ada makna simbolik. Bahkan di Gunungkidul setiap acara besar makanan mempunyai makna simbolik dan harapan yang besar. Salah satu makanan yang wajib dan mempunyai makna  dalam budaya Jawa adalah ayam ingkung. Ayam Ikung dari kaca mata budaya bukan sebagai makanan saja, akan tetapi ada makna yang di komunikasi lewat ayam ingkung ini, sebagaimana makna ayam ingkung dalam konteks budaya mempunyai arti mengayomi. Bahkan kata ikung pun mempunyai gabungan beberapa bahasa Jawa kuno seperti kata Jinakung dan manekung kata ini pun diartikan sebagai arti memanjatkan doa. Tidak hanya kata ingkung saja yang diartikan sebagao doa, posisi ayam ikung yang bersungkur mempunyai makna menunduk atau merendah dan berdoa kepada-nya. “Nya” disini memiliki arti yang luas, makna “Nya” tidak tersudut pada satu percayaan, bisa leluhur, dewa, atau pun Tuhan. 

Menarik perayaan hari jadi Girisekar, adanya Ayam Ingkung berjumlah 106, ayam ini dengan jumlah yang sama dengan hari jadi menyimbolkan doa dan harapan di umur 106 tahun ini. Harapan ini kita maknai dengan adanya ayam ingkun yang berjumlah 106 buah menjadikan doa dan harapan untuk kemajuan desa sebagai pusat pemerintahan yang terdepan di masyarakat.

Posting Komentar

0 Komentar