Upacara Adat Babad Dalan Gebangkoro Dilarang Pentas Di Event Taman Budaya Gunungkidul



Photo: Persiapan Make-up untuk Pertunjukan Upacara Adat Kebangkoro

Gunungkidul ( Wartahandayani.com )_Tanggal 26 Juni 2024 ini bagi pelaku seni dan komunitas seni Basatren, Girimulya, Panggang, Gunungkidul menjadikan hari yang kelam, seharusnya hari ini mempertunjukan karya seni Sendra Tari Kebangkoro di Taman Budaya Gunungkidul, Akan tetapi Sendratari Kebangkoro dibatalkan secara mendadak hitungan jam sebelum pementasan.  


Penari Upacara Adat Kebangkoro Kostum Lengkap

Pembatalan upacara adat kebangkoro ini bukan permasalahan yang besar bagi Andi Trilaksana selaku komunitas Basatren. Permasalah ini bagi andi Trilaksana sangat lucu, yang melarang pementasan kebangkoro ini atas perintah lurah Giripurwo, yang komplen kepihak Taman budaya Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul untuk melarang Upacara Adat Kebangkoro dipertunjukan alasanya bahwa Kebangkoro itu milik Kalurahan Girimulya yang pada intinya melarang kebangkoro dalam karya yang di ciptakan oleh Andi Trilaksana. Setelah mengetahui permasalahan ini, kami selaku media online Warta Handayani menacari informasi kepada kepala Dinas Kebudayan Kabupaten Gunungkidul, memang benar bahwa pertunjukan Kebangkoro ada konflin dari Kalurahan Giripurwo untuk melarang dipertunjukan. Untuk menjadi jalan tengahnya pihak Taman Budaya memberikan masukan kepada Andi Trilaksana untuk menemui pihak lurah Giripurwo untuk berdiskusi terkait kebangkoro.

Hasil pertemuan dan diskusi dengan Lurah Giripurwo, bahwanya memang melarang kebangkoro dilarang pentas di event yang diselanggarakan Taman Budaya Gunungkidul, meskipun dipaksakan pentas oleh Andri Trilaksana dan komunitas Bansetran pihak Lurah akan membawa ke jalur hukum dan akan menggugat Taman budaya Gunungkidul karena telah mempertunjukan karya  Kebangkoro, yang kedua akan melaporkan Sodara Andi Trilasana telah menciptakan karya kebangkoro.


Photo: Properti Tari Ikung dan sego gurih ini bagian dari pertunjukan, karena tidak jadi dipetaskan tim dan penari dan pemusik makan bersama dan bersyukur atas rejeki hari ini.

Bagi sodara Andi Trilaksana karya kebangkoro ini terinspirasi dari adat budaya yang ada di Kalurahan Giripurwo, wajarkan kita membuat karya dari berbagai unsur budaya, bahkan seniman wajarkan kita mengambil inspirasi dari budaya di luar kalurahan, bahkan seniman bisakan kita mengambil inspirasi dari berbagi daerah, provinsi, bahkan mengambil inspirasi dari berbagai negara. Itu tidak ada larangan dan bahkan tidak ada aturan.

Yang lucunya dalam khasus perselisihan ini ialah melarang pementasan kebangkoro karena Andi Trilaksana bukan warga Giripurwo dan kedua kebangkoro ialah milik Kalurahan Giripuwo.  Ditelusiran sejauh ini, memang Andi Trilaksan mempunyai kedekatan historis dengan Masyarakat Giripurwa, diantaranya Andi Trilaksana selama 4 tahun lebih mendampingi budaya dan memajukan budaya lewat program pendampingan desa budaya yang ditunjuk oleh Dinas kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selama mendampingi budaya di kalurahan Giripurwa Andi pun terjun menciptakan karya seni yang terinspirasi dari Kebangkoro.

Kebangkoro ialah petilasan pertapaan ki Ageng Pemanahan yang berada di Kalurahan Giripurwa, petilasan ini salah satu sumber inpirasi Andi Trilaksana untuk menciptakan karya Kebangkoro, mungkin sajauh ini karya seni tidak terpatok dengan letak geografis dan pemerintahan, lagihan juga bagi Andi Trilaksana karya di petaskan atas nama Komunitas seni bukan perlobaan antar Kalurahan tidak jadi masalah, meskipun tema kebangkoro akan tetapi secara garapan dan gaya mempunyai ciri khas yang berbeda.

Bagi Andi tidak dipetaskan Kebangkoro ini sangat merugikan besar bagi komunitasnya, karena selama ini karya ini telah proses latihan selama 8 kali, pada hari ini anak-anak telah mempersiapan Make-up kostum dari jam 12 siang dan pada jam 5 sore sodara andi melaporkan ke Ketua Produksi sodara wawan bahwa pertunjukan kebangkoro gagal di pertunjukan karena ada konflen dari Lurah Giripurwo yang melarang dipertunjukan. 

Sodara wawan yang telah ditemui oleh wartawan media Warta Handayani bahwa benar pertunjukan Kebangkoro selama ini yang telah disiap wawan dan andi trilaksana jauh-jauh akan tetapi sebelum pentas hitungan jam digagalkan, bagi wawan selaku pimpro memang merugikan pelaku seni, diantaranya biaya produksi latihan 8 kali, sewa kostum dan Make-Up 20 Orang, Konsumsi 25 orang, transportasi, dan properti panggung dan properti tari.

Setelah dihitung rinciannya yang telah dikeluarian Pimpro:

1. Konsumsi Latihan 50.000 X 8 : Rp. 400.000

2. Sewa Tempat Latihan 50.000 X 8 : Rp. 400.000

3.  Make-Up Dan Kostum 150.000 X 20 : Rp. 3.000.000

4. Transportasi Bis Rp. 500.000

5. Properti Panggung dan Properti Tari Rp. 1.000.000

Total Pengeluaran Produksi yang telah dikeluarkan Pimpro Kebangkoro sebesar Rp. 5.300.000

Bagi wawan selaku pimpro kebangkoro tidak mempermasalahkan kerugian ini, akan tetapi kerugian yang saya terima sangat besar bukan hanya materi saja akan tetapi waktu dan tenaga.  Yang menjadi pertanyaan dan bertanggung jawab dalam kejaian ini siapa? Apakah Dinas kebudayaan Kabupaten Gunungkidul, atau kah Lurah Giripurwo, untuk membereskan permasalahan ini sodara wawan mencari informasi kepihak dinas kebudayaan terkait, dan bahkan mencari informasi kepada lurah Giripurwo terkait permasalahan ini, karena yang menjadi korban di produksi ini ialah saya. Setelah dihubungi oleh pimpro mas Wawan bahwa Bapak Lurah tidak bisa ketemua alasannya padat kegiatan, bahkan menurutnya lurah Giripurwo tidak ada urusan dengan saya. Tujuannya saya ini, ingin mempertemukan antara Andi Trilaksana dan lurah Giripurwo terkait masalah ini supaya lebih jelas. Bagi saya seharusnya bangga Giripurwo itu destinasi petilasan kebangkoro di promosikan lewat karya seni. Dan senang karena Kebangkoro menjadi inspirasi dari berbagai seniman diluar kaluharan, bukannya melarang. Ini yang menjadi lucu bagi saya. Bahkan yang ironis ialah kalurahan Giripurwo itu desa budaya mandiri, akan tetapi secara praktik tidak mempunyai praktik budaya saling mendukung. 

Mungkin ini catatan saja bagi pelaku seni budaya pada saat ini budaya itu terpatok oleh tatanan geografis, dan bahkan seniman terpenjara oleh aturan dan jabatan. Seharusnya sumber inpirasi berkarya tidak ada patokan geografis tertentu bahkan kebudayan itu sebagai ajang komunikasi budaya, inpirasi hidup bermasyarakat dan bahkan kebudayaan itu salah satu komukasi lewat simbol-simbol bahasa baru, bukan harus menyamakan bahasanya. 


Redaksi

Posting Komentar

0 Komentar