Tradisi Bubuh-bubuh Tanjung Kesirat Sudah Ada Diera Kerajaan Mataram Islam

PANGGANG (Wartahandayani.com) _mencari cerita petilasan yang ada di Kabupaten Gunungkidul tentang peninggalan para leluhur.Rabu (22/04/2020) Adat tradisi bubuh-bubuh bukti bahwa budaya jawa tetap terjaga dan lestari sampai saat ini dikehidupan yang serba canggih

Berikut ulasan yang kami dapat pasca acara bubuh-bubuh ,orang dulu bilangnya (mbubuhke ati) dari sesepuh keraton Yogyakarta Raden Mas Hestriasning (Cucu Hamengkubuhono 8 )menjelaskan dengan rinci mengenai bubuh-bubuh pantai kesirat yang berada di Padukuhan Karang,Desa Girikarto,Kecamatan Panggang,Kabupaten GunungkidulGunungkidul

"Sebenarnya Tradisi Bubuh-Bubuh Tanjung Kesirat ini, sdh ada ratusan tahun yang lalu ( di era Kerajaan Mataram Islam ), namun tenggelam dihimpit perkembangan jaman, tahun 2015 kita dan Perangkat Desa Girikarto, Warga Pedukuhan Karang dan Tokoh Masyarakat, bersatu niat dan semangat untuk mencoba merekonstruksi kembali tradisi ini, yang mana sebenarnya merupakan tradisi 1 tahun sekali dari para petani sebagai ungkapan terimakasih dan permohonan kepada Allah SWT agar hasil tani melimpah. Arti bubuh-bubuh ( mbubuhke ati ) sendiri adalah berniat sesama petani/warga bergotong royong membersihkan jalur menuju ke bukit di pinggir samudra, karena Kesirat bukan merupakan pantai, namun alam pantai/samudra, shg pelaksanaan Sedekah laut Tanjung Kesirat, berbeda dan spesifik dengan acara Sedekah Laut pada umumnya yang dilarung ditengah laut, tetapi sedekah Laut di Tanjung Kesirat dilakukan dengan melempar/diterjunkan ( Bucalan ) dari bukit ke laut"terang pria yang sering disapa akrab warga Ndoro Aning

Ada 3 tahapan dalam prosesi Bubuh Bubuh ini :

1. Tonggak Kelapa ( adalah salah satu tempat yg dipercaya sebagai lokasi istirahat/tetirah Prabu Brawijaya V dan Ki Ageng Giring dan juga Kaki Nini Dayang Kesirat.


2, Goa Pertapan Kesirat ( tempat bertapa para Leluhur seperti : Prabu Brawijaya, Sunan Kalijaga, Ki Ageng Giring, Panembahan Senopati, Sultan Agung, Sultan HB 8 dan Sultan HB 9 ) tempat ini sangat disakralkan, maka tidak boleh sembarangan orang masuk kedalam Goa, harus seijin Tokoh Masyarakat dan Juru Kunci.


3. Puncak Hargo Wiloso ( Puncak Bahagia ) titik terakhir diatas bukit, seluas mata memandang hamparan horison samudra, semua hasil panen, tumpeng dan segala perangkatnya dilabuh sebagai ungkapan terimakasih dan permohonan, agar diberi kesehatan, keselamatan, lancar rejeki, hasil tani yang berkah/barrokah, serta dijauhkan dari segala musibah.
Biasanya dalam acara ini dihadiri ratusan orang ( baik warga lokal dan luar kota ) untuk ngalab berkah, namun karena situasi dan kondisi saat ini sedang ada pandemi Corona, maka acara dibatasi tanpa mengurangi niat dan makna, bahkan kita juga berdoa semoga pandemi Corona ini segera sirna, Aamiin.
Tidak dijelaskan darimana asal nama Kesirat, namun tokoh dan warga sepakat bahwa nama Kesirat muncul saat Sunan Kalijaga melewati daerah ini, yang dapat diartikan Kesirat ( penggalan dari Shirattal Mustaqiem/jalan menuju surga atau tertanam dalam batin/tersirat ). Sedangkan Tanjung, karena bukan suatu pantai, namun semenanjung, maka biasa disebut Tanjung, ada pula yang mengatakan, jaman dulu belum ada alat pancing, tetapi warga memagai bambu panjang untuk memancing, yang disebut Panjung, kemudian terbiasa menjadi Tanjung.

"Kami dan Warga Pedukuhan Karang dan sekitarnya, berterimakasih kepada Pem.Kabupaten Gunungkidul, Pem.Kec. Panggang, Pem.Des Girikarto yang telah membantu sarana dan prasarana fisik ( jalur jalan setapak, Gazebo, Gapura, dll ) sehingga tampak lebih tertata dan indah ( dulu tahun 2015,jalur jalan tersebut dipenuhi alang2, untuk itu, nama bubuh2 termasuk membersihkan jalur setapak agar bersih dari rerimbunan alang2), semoga Tanjung Kesirat menjadi salah satu destinasi wisata Sunset/Sunrise Camp dan Wisata Minat Khusus terkemuka di Gunungkidul. Salam Handayani-Gunungkidul Metropolitan Tradisi Budaya"Pungkasnya

(Neli)

Mau berlangganan berita silahkan Hub Telp/WA :081336432313

Posting Komentar

0 Komentar