JAKARTA,(WH) - Indonesia adalah negara yang kaya dan besar. Penduduknya berjumlah sekitar 265 juta jiwa dengan luas wilayah hampir 2 juta kilometer. Selain itu, masyarakatnya juga beragam. Sebanyak 480 etnis dengan sub-etnis lebih dari 700, hidup di bawah naungan negeri bernama Indonesia.
"Itulah kekayaan kita juga dengan agama yang beragam," kata Sekretaris Jenderal Kemenkominfo RI, Rosarita Niken Widiastuti dalam acara Nusantara Millenial Summit yang digelar oleh Pimpinan Pusat IPPNU di The Media Hotel and Tower, Jakarta, Sabtu (22/6).
Menurutnya, Indonesia memang dikenal dengan negeri yang sangat berlimpah kekayaan. Sangat kontras jika dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Sebab, negeri yang dibangun atas dasar perjuangan melawan kolonialisme ini memiliki semboyan pemersatu, yakni Bhinneka Tunggal Ika.
"Namun, kata persatuan juga ternyata menjadi semboyan hampir di banyak negara," lanjut Niken, di hadapan ratusan kader IPPNU se-Indonesia.
Katanya, di Serbia, hanya persatuan yang dapat menyelamatkan bangsa Serbia. Begitu juga Malaysia mengenal semboyan, Bersatu menjadi kuat. Sedangkan di Amerika Serikat, semboyannya Dari banyak menjadi satu.
“Kelebihan atau harta karun yang dimiliki Indonesia berupa perdamaian di atas keragaman itu, menjadi sesuatu yang mesti diperhatikan,” tambah Niken.
Hal tersebut lantaran terdapat banyak informasi atau penyebab konflik, baik skala kecil maupun yang sangat besar. Maka, untuk meniadakan konflik dan mencapai perdamaian, masyarakat Indonesia dituntut untuk mampu memahami sumber konflik yang kerap terjadi.
"Ada banyak sumber konflik yang sering terjadi di sekitar kita," lanjut Niken seraya memaparkan data-data melalui powerpoint.
Pertama, ideologi. Sesuatu yang menjadi sangat penting karena akhir-akhir ini dirasa terdapat banyak paham atau aliran yang bertentangan dengan ideologi negara: Pancasila.
Pertama, ideologi. Sesuatu yang menjadi sangat penting karena akhir-akhir ini dirasa terdapat banyak paham atau aliran yang bertentangan dengan ideologi negara: Pancasila.
Maka, Niken mengajak kader IPPNU se-Indonesia yang hadir dalam acara itu, untuk tidak diam melihat atau membiarkan penyebaran ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Kedua, politik. Akhir-akhir ini, sangat terasa polarisasi yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat.
"Terutama saat pesta demokrasi yang kemarin baru kita lalui, terdapat polarisasi yang sangat tajam terjadi di masyarakat," imbuhnya.
"Terutama saat pesta demokrasi yang kemarin baru kita lalui, terdapat polarisasi yang sangat tajam terjadi di masyarakat," imbuhnya.
Ketiga, ekonomi. Aspek ekonomi bisa menjadi sumber konflik karena di tengah masyarakat masih terdapat perbedaan status ekonomi.
Keempat, sosial. Sumber konflik di kehidupan sosial adalah lantaran terdapat dikotomi antara mayoritas dan minoritas. Sehingga tak jarang, menimbulkan percikan api ketersinggungan di masyarakat.
Kelima, pertahanan dan keamanan. Gerakan-gerakan separatisme, terorisme, dan intoleransi juga menjadi penyebab lahirnya sumber konflik.
"Maka kita harus terlebih dulu mengetahui sumber konflik, lalu kita bisa mengupayakan untuk menciptakan perdamaian," tegas Niken.
"Maka kita harus terlebih dulu mengetahui sumber konflik, lalu kita bisa mengupayakan untuk menciptakan perdamaian," tegas Niken.
Menurutnya, sumber-sumber konflik tersebut yang semula kecil akan berubah menjadi besar dan berbahaya, karena perkembangan teknologi. Terlebih, didukung dengan adanya media sosial.
Maka, sumber konflik yang semestinya dapat diredam, tetapi menjadi besar karena diolah menjadi berita bohong (hoaks), ujaran kebencian, fitnah, provokasi, dan hasutan.
"Sehingga jika tidak dikendalikan, konflik ini bisa membesar," pungkas Niken. (Aru Elgete/Aryudi AR).
0 Komentar